Selasa, 17 Maret 2015

7 ETOS KERJA MUSLIM

b>1. Kerja Ikhlas

Firman Allah SWT,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
 “Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?"  (QS. Ash-Shaffaat (37:102).

Ayat  tersebut menunjukkan keikhlasan nabi Ubrahim, betapa ikhlas Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah bahwa ia harus menyembelih anaknya Ismail. Saat itu Ismail adalah anak satu-satunya yang sangat dicintai, yang proses kelahirannya pun butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Nabi Ibrahim as. Bisa dibayangkan betapa kagetnya beliau ketika menerima wahyu dari Allah yang  diluar batas logika manusia, padahal Ismail baru saja menginjak remaja, baru berusia baligh, yang tentu saja saat itu akan sangat diharapkan oleh nabi Ibrahim, nabi Ismail dapat membantu dakwah dan kehidupannya..

Sebuah wahyu yang sangat dahsyat menggoncang jiwa. Tapi, subhanallah, Nabi Ibrahim tidak protes kepada Allah atas wahyu yang diterimanya. Ia yakin Allah takkan menzolimi hamba-hambaNya. Bisa kita bayangkan kalau hal itu terjadi pada diri kita. Jangankan menjadi sebagai pelaku seperti nabi Ibrahim yang harus menyembelih anaknya sendiri, menjadi sebagai penonton saja, misalkan kita hidup semasa dengan nabi Ibrahim dan kita bisa langsung melihat kejadiannya, tidak mustahil kita termasuk orang yang pertama-tama menentang kejadian itu dan menuduh nabi Ibrahim dengan sangkaan yang tidak-tidak, Na’uudzubillahi min dzaalik.

Demikian juga dengan keikhlasan nabi Ismail untuk disembelih, sama seperti halnya nabi Ibrahim. Tidak pernah protes pada Tuhannya maupun pada Ayahnya atas wahyu ini. Tapi justru nabi Ismail menenangkan sang ayah dengan ucapannya :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(QS. Ash-Shaffaat (37:102).

Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Laa ilaah illallah, Allahu Akbar. Betapa tingginya kesabaran dan keikhlasan kedua nabi yang berstatus ayah dan anak ini, yaitu Ibrahim as dan Ismail as. Mari kita belajar ikhlas dari perjalanan mereka berdua, semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang ikhlas, sehingga kita  jadi orang yang dibenci dan dihindari oleh Syaitan tapi disayang dan diridhai oleh Allah SWT, karena Syaithan telah berjanji dihadapan Rabb-nya, dengan berkata :
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)
"Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang IKHLAS di antara mereka". (Q.S. Al-Hijr : (15:39-40)

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

2. Kerja Jelas

Sejak muda, nabi Ibrahim adalah tipe pemuda yang tidak pernah ikut-ikutan tanpa kejelasan maksudnya.  Ayahnya adalah sebagai penjual berhala. Tapi beliau tetap tidak mau mengikutinya, karena bagi beliau menyembah berhala adalah perbuatan yang tidak jelas tanpa makna. nabi Ibrahim pun bertanya kepada ayahnya
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ (95) وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
"Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(QS. Ash-Shaffaat (37:95-96).

Kisah nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita agar selalu menjadi manusia yang hanya melakukan sesuatu dengan ilmu, dengan jelas, tidak ikut-ikutan.  Sebagaimana Firman Allah :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al Isro (17) : 36)

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

3. Kerja Tegas

Setelah jelas, kita harus-lah tegas, yaitu berani mengambil sikap, menentukan sebuah pilihan. Begitupun Nabi Ibrahim, setelah jelas itu adalah merupakan wahyu Allah SWT, maka Nabi Ibrahim-pun mengkonfirmasi pilihan ini kepada nabi Ismail. Ia pun hendak mengetahui sejauhmana tanggapan dan keimanan nabi ismail terhadap wahyu ini. Dan Subahanallah, nabi Ibrahim pun menemukan nabi Ismail sebagai anak yang tegas dalam kesabaran dan kebenaran.

Karena ketegasan itulah kisah mereka diabadikan menjadi sejarah yang luar biasa di dalam Al-Quran, yang mana hikmahnya terus mengalir sepanjang masa. Orang-orang yang tegas dalam memilih kebenaran, seringkali menjadi sejarah gemilang dalam kehidupan. Sedangakan para peragu alias orang yang tidak tegas dalam menegakkan kebenaran , tidak akan pernah membuat sejarah gemilang, kecuali goresan-goresan luka dalam kehidupan dunia, dan tentunya akan semakin bertambah luka dalam kehidupan akhirat.

Sudahkah hari ini kita tegas dalam menyikapi hidup. Yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan mengandung resiko yang tidak bisa dipilih, karena sudah satu paket dengan pilihannya. Marilah kita membuat sejarah dalam hidup kita yang singkat ini. Buatlah sejarah, bukan sekesar kisah. Jadikanlah hidup kita yang singkat ini bermanfaat buat semesta hingga akhir masa, sebagai buah dari ketegasan kita dalam melaksanakan kebenaran.

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

4. Kerja Pantas

Jangan membenarkan hal-hal yang biasa, tapi harus membiasakan hal-hal yang benar. Kebiasaan itu tidak selamanya baik tapi yang baik harus dibiasakan. Itulah hidup yang pantas bagi insan bertaqwa. Pantas atau tidaknya sebuah pekerjaan tidak bisa hanya diukur dari aturan main kebanyakan logika manusia. Mari kita pertanyakan secara logika, pantaskah seorang ayah menyembelih anaknya? Artinya disini seharusnya kita belajar, jangan pernah menuhankan logika kita. Sebab pantas tidaknya suatu pekerjaan sangat tergantung aturan main yang telah ditentukan oleh Allah, bukan manusia.

Jangan sampai kita termasuk manusia-manusia bodoh dengan mengatakan : “Tidak pantas aturan ini diterapkan di Indonesia, tidak berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia….dsb” Wahai saudaraku seiman yang sangat merindukan rahmat-Nya, lalu dimanakah kita meletakkan aturan Allah? jika kita meremehkannya dengan pendekatan logika manusia yang fana. Hal itu telah dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?. QS. Almaidah (5:50).

Mari kita belajar kembali dari kedua nabi yang luar biasa itu. Kepantasan itu adalah kesesuai dengan instruksi Ilahi, bukan kesesuaian dengan logika emosi yang sempit. Dan bukankah akhirnya terbukti, bahwa Allah pun menukar perintahNya dengan mengganti ismail dengan seokar domba besar yang sangat sehat untuk disembelih.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

5. Kerja Prioritas

Berpikirlah prioritas. Utamakan akhirat tapi jangan lupakan dunia. Utamakan Ruhani tapi jangan lupakan jasmani. Utamakan perintah Ilahi tapi jangan lupakan urusan-urusan duniamu. Allah SWT, berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi . (QS. Al-Qashash (28:77).

Kalau Ibrahim lebih mencintai dunia dibandingkan akhirat yang abadi, tentu ia akan memprioritaskan keselamatan anaknya dibandingkan wahyu dari Allah. Tapi Ibrahim yakin, justru ketika ia mengutamakan akhirat maka dunia pun akan ia dapatkan. Sebab yang terjadi, bukannya Ibrahim kehilangan Ismail tetapi justru Ibrahim diberi kabar gembira akan hadirnya seorang anak beliau yang kedua, anak yang sholeh, anak yang pintar yang bernama Ishaq.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112)
‘Dan kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. ".(QS. Ash-Shaffaat (37:112).

Sering kita dengar sebuah paradigma yang sesat yang mengatakan “kejarlah dunia tapi jangan lupakan akhirat” sepintas, kedengarannya seperti sebuah pepatah yang menyelamatkan, karena memang syaithan telah menjadikan manusia memandang baik terhadap kemaksiatan di dunia ini padahal paradigma tersebut adalah sesat dan menyesatkan,  itu termasuk perbuatan dholim, karena telah mengganti hukum Allah, merubah Kitabullah yaitu memprioritaskan apa yang tidak diprioritaskan Allah SWT. Na’udzubillahi min dzalik. Allah SWT berfirman :
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (59)
Lalu orang-orang yang dzalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang dzalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah (2:59).

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

6. Kerja Kualitas

Yang berikutnya adalah kerja KUALITAS. Hari ini kita cenderung ingin mendapatkan yang terbaik, tapi enggan untuk memberikan yang terbaik. Ketika bertemu seseorang, Para pecundang selalu berpikir : “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang itu…” sedangkan para pemenang selalu berpikir “Apa yang bisa saya berikan kepada orang itu…”

Hidup berkualitas adalah hidup yang berorientasi memberi. Maka ketika ia memiliki dana untuk kurban sapi atau kambing terbaik, ia pun berusaha melakukannya. Dia akan berpikir “Saya akan berikan yang terbaik buat fakir miskin”, bahkan ia bisa saja sampai lupa bahwa ia pun sebenarnya punya jatah sepertiga dari sembelihannya. Sedangkan orang biasa lebih suka berpikir “buat apa berkurban tahun ini, tahun kemarin kan sudah, apalagi sepertinya tahun ini sudah cukup banyak yang berkurban, nanti fakir miskinnya malah keenakan…jadi pemalas” atau bisa juga berpikir “buat apa kurban sapi/kambing terbaik, yang kurus juga bisa.. murah lagi…kan yang penting ikhlas…dst…seterusnya...”
Marilah kita belajar dari Ibrahim yang sangat menjaga kualitas hidupnya dan kualitas ketaqwaannya. Lihatlah Allah pun memberikan domba terbaik buat disembelih oleh Ibrahim. Mari kita berikan yang terbaik semampu kita, terkecuali memang tidak ada lagi dana, tentu saja Allah Maha Mengetahui.
Hidup berkualitas bisa disimpulkan dengan dua pertanyaan : 1. Mengapa kita harus meminta, kalau memberi masih ringan bagi kita? 2. Mengapa harus memberi yang biasa saja, kalau kita masih mampu memberikan yang terbaik. Berikan yang terbaik, maka kita akan mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT..

Begitulah pengorbanan Nabi Ibrahim as, ia pun berkurban yang terbaik. Ismail adalah anak yang paling dicintainya. Paling dicintainya dari apapun yang ada di dunia ini, kecuali Allah. Itu sebabnya, Allah mengujii kepada apa yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim. Mari kita belajar, sudahkah kita mengurbankan apa yang paling kita cintai di dunia ini hanya untuk ALLAH SWT?. Mari kita resapi dengan benar akan firman Allah SWT. :
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (24)
Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Q.S. 9 : 24)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. 3:92)”

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

7. Kerja Tuntas

Akhirnya, tuntaskanlah pekerjaan-pekerjaan kita dengan terus bertawakkal pada Allah SWT. Dan tuntaskanlah kehidupan kita dengan akhir yang luar biasa, Husnul Khotimah. Jangan pernah menjadi pribadi yang menyerah akan tegaknya kebenaran. Seorang pemenang tidak pernah menyerah dan orang yang menyerah tidak pernah menang.

Nabi Ibrahim pun tidak menyerah dengan perintah tersebut. Ia tetap menuntaskannya, sampai datang kebenaran Allah lewat perintah lainnya. Tuntasnya kerja nabi Ibrahim itu tergambar dalam firman Allah SWT, :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)
Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Ash-shooffaat (37)

Sebuah pekerjaan yang berakhir dengan sukses luar biasa dimana Allah telah membenarkannya dan memberi balasan kepadanya dengan yang lebih baik. Seekor domba yang besar dan sehat adalah piala kemenangan yang sangat luar biasa bagi nabi Ibrahim. Bagaimana kemenangan tersebut tidak luar biasa?, kalau piala tersebut langsung diserahkan oleh Rajadiraja, Penguasa alam semesta, Allah Yang Maha Kuasa, yang tidak akan pernah terjadi lagi dan tidak akan pernah tertandingi kapan-pun dan dimana-pun dari umat ini.
Wahai kaum muslimin, marilah kita belajar menuntaskan apa-apa yang kita kerjakan. Janganlah kita termasuk pribadi yang hanya pandai memulai, tapi tak pandai menyelesaikan apa-apa yang telah kita mulai. 

Diposkan oleh Voice of Deded Suwarno di 19.52 Tidak ada komentar:
Reaksi:     
BAI’AT ADALAH SYARE’AT ISLAM

1.      Ta’rif/Makna Bai’at menurut Bahasa
a.       Bai'at, berasal dari kata :  بَاعَ - يُبِيْعُ – بَيْعَةً yang berarti "Menjual" (Kamus Mahmud Yunus)
b.       Bai’at, dapat berarti “janji” (Muhithul Muhith:I/64)
c.        Bai'at, dapat berarti Al Mubaadalatul Maal bil Maal, yaitu "bartert harta" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
d.       Bai'at dapat berarti Al Mu'aahadatu, yaitu "Perjanjian" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
e.        Bai'at, dapat berarti "Jual Beli/Transasi Jual Beli", sebagaimana terkandung dalam Firman Allah :
 وأحل الله البيع وحرم الربا
… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. … [QS. Al Baqarah : 275]

يا أيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله وذروا البيع ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [QS. Al Jum’ah : 9]
2.      Makna Bai'at menurut Istilah
Adapun  menurut istilah adalah “Mengikat janji atas sesuatu seraya berjabatan tangan sebagai tanda kesempurnaan perjanjian tersebut dan keikhlasannya. Bai’at pada periode pertama Islam yang ketika itu mereka membai’at Khalifah dengan memegang tangan orang yang mereka serahi kekhilafahan, sebagai tanda penerimaan mereka kepadanya dan sebagai janji untuk mentaatinya dan menerima kepemimpinannya.” (Muhithul Muhith I/64)
Secara syar'iah, bai'at adalah: "Perjanjian (transaksi) jual beli jiwa dan harta seorang mu'minin kepada Allah dengan syurga (jannah) [QS. At Taubah : 11]
3.      Bai'at di Masa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, yang tercantum dalam  Al- Qur'an
a.      Allah membeli orang yang berbai'at dengan Syurga

التائبون العابدون الحامدون السائحون الراكعون الساجدون الآمرون بالمعروف والناهون عن المنكر والحافظون لحدود الله وبشر المؤمنين
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orng mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itulah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan barang siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli (bai'at) yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”(QS. At-Taubah : 111)
b.              Kekuasaan Allah di atas (menaungi) orang yang Berbai'at

           إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث على نفسه ومن أوفى بما عاهد عليه الله فسيؤتيه أجرا عظيما

“Bahwasanya orang-orang yang berbai’at (janji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar bai’atnya niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’atnya kepada Allah maka Allah memberinya pahala yang besar.”  (QS. Al Fath : 10)
c.       Ridlo Allah dan Hidup Sakinah bagi yang Berbai'at
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." ( QS. Al Fath : 18)
4.      Bai'at sebagai Prosesi Ikrar Ketaatan dan Peningkatan Kualitas Muslimin/Muslimat di Hadapan Allah
          يا أيها النبي إذا جاءك المؤمنات يبايعنك على أن لا يشركن بالله شيئا ولا يسرقن ولا يزنين ولا يقتلن أولادهن ولا يأتين ببهتان يفترينه بين أيديهن وأرجلهن ولا يعصينك في معروف فبايعهن واستغفر لهن الله إن الله غفور رحيم 
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan bai’at bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, lalu tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah bai’at mereka dan mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka, Sungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah : 12 )
عَنْ عُبَادَةَبْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ مَعَهُ فِيْ مَجْلِسٍ بَايِعُوْنِيْ عَلَى اَنْ لاَ تُشْرِكُوْابِاللَّهِ شَيْئًا وَلاَ تُسْرِقُوْا وَلاَ تَزْنُوْا وَلاَ تَقْتُلُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَلاَ تَأْ تُوْا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُوْنَهُ بَيْنَ أَيْدِيْكُم وَأَرْجُلِكُمْ فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللَّهُ فَأَمْرُهُ اِلَى اللَّهِ اِنْ شَآءَ عَاقَبَهُ وَ اِنْ شَآءَ عَفَاعَنْهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فِيْ الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ قَالَ فَبَايَعْنَاهُ عَلَى ذَلِكَ – رواه الذارمي  ٢./٢٢ –البخارى ٤/۷٤٢
“Dari ‘Ubadah bin Shamit ia berkata, telah berkata kepada kami Rasulullah SAW dan kami bersamanya di dalam majelis. “Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk tidak musyrik kepada Allah sedikitpun, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak membunuh anak-anakmu, tidak mendatangkan kedustaan yang dibuatnya antara tangan dan kakimu, maka barang siapa memenuhinya di antara kamu pahalanya kepada Allah. Dan barang siapa terkena salah satu dari yang demikian itu, maka Allah menutupnya, maka urusannya kepada Allah berkehendak mengadzabnya, dan jika Allah berkehendak memaafkannya. Dan barangsiapa terkena pada sesuatunya, lalu disiksa di dunia, maka itu kaffarah baginya. “Berkata ‘Ubadah,”Maka kami berbai’at kepadanya atas demikian itu.” (HR. Darimi II/220, Bukhari IV/247).
Ubadah bin Shamit Radliallahu ‘anhu berkata:
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّالاَ نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
“Kami berbai’at kepada Rasulullah Shallal lahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan semangat ataupun lemah (berat), dan untuk tidak menentang perintah kepada ahlinya serta untuk menegakkan (kebenaran) atau berkata dengan benar di manapun kami berada, tidak takut dalam membela agama Allah dari celaan orang-orang yang mencelanya.” (HR. Al Bukhari dari Ubadah bin Shamit, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/96, Muslim, Shahih Muslim: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/202, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/137-138. Lafadz Al-Bukhari)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ، مَكَثَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَةَ عَشَرَ سِنِيْنَ يَتَّبِعُ النَّاسَ فِى مَنَازِلِهِمْ بِعُكَاظٍ وَمُجِنَّةَ وَفِى الْمَوَاسِمِ بِمَنْ يَقُوْلُ مَنْ يَئُوْوِيْنِيْ مَنْ يَنْصُرُنِيْ حَتَّى أَبْلَغَ رِِسَالَةَ رَبِّي وَلَهُ الْجَنَّةُ ؟ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ اَوْ مِنْ مُضَرٍ – كَذَا قَالَ فَيَأْ تِيْهِ قَوْمَهُ فَيَقُوْلُوْنَ إِحْذَرْغُلاَمَ قُرََيْشٍ لاَيُفْتِنَكَ وَيَمْشِيْ بَيْنَ رِحَالِهِمْ وَهُمْ يَشِيْرُوْنَ اِلَيْهِ بِاْلاَصَابِعِ حَتَّى بَعَثَنَااللَّهُ اِلَيْهِ مَنْ يَثْرِبَ فَأََوَيْنَاهُ وَصَدَّقْنَاهُ فَيَخْرُحُ الرَّجُلُ مِنَّا فَيُؤْمِنُ بِِهِ وَيَقْرَأَُهُ الْقُرْآنَ فَيَنْقَلِبُ اِلَى أَهْلِهِ فَيُسْلِمُوْنَ بِاِسْلاَمِهِ حَتَّى لَمْ يَبْقَ دَارٌمَنْ دُوْرِاْلاَنْصَارِ إِلاَّ وَفِيْهَا رَهْطٌ مِنْ الْمُسْلِمِيْنَ يَظْهَرُوْنَ اْلإِسْلاَمَ ثُمَّ ائْتِمَرُوْا جَمِيْعًا فَقُلْنَا حَتَّى مَتَى نَتْرُكُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطْرُدُ فِيْ جِبَالِ مَكَّةَ وَيَخَافُ ؟ فَرَحَلَ اِلَيْهِ مِنَّا سَبْعُوْنَ رَجُلاً حَتَّى قَدَمُوْا عَلَيْهَ فِيْ الْمَوْسِمِ فَوَاعَدْنَاهُ شِعْبَ الْعَقَبَةِ فَاجْتَمَعْنَا عَلَيْهِ مِنْ رَجُلٍ وَرَجُلَيْنِ حَتَّى تَوَافَيْنَا فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَاللَّهِ نُبَايِعُكَ ؟ قًالَ تُبَايِعُوْنِيْ عَلَى السَّمْعِ وَالطَاعَةِ فِيْ النَّشَاطِ وَالْكَسْلِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأَنْ تَقُوْلُوْا فِيْ اللَّهِ لاَتَخَافُوْنَ فِيْ اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ وَعَلَى تَنْصُرُوْنِيْ اِذَا قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ مِمَّا تَمْنَعُوْنَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَزْوَاجَكُمْ وَأَبْنَاأَكُمْ وَلَكُمُ الْجَنَّةُ

“Dari Jabir ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tinggal di kota Mekkah 10  tahun, lalu beliau mengikuti orang-orang ditempatnya, di Ukaz, Mujinah dan di tempat-tempat ramai manusia, beliau bersabda, “Siapa yang akan memberi tempat kepadaku?” Siapa yang akan menolongku sehingga aku dapat menyampaikan risalah Rabb-ku dan baginya jannah? Lalu keluarlah seseorang dari Yaman atau dari Mudhor lalu ia berkata dan mendatangi kaumnya lalu katanya : Hati-hati terhadap anak muda Quraisy itu tidak akan dapat memfitnah kepadamu. Lalu ia berjalan diantara kendaraan mereka dan mereka memberikan isyarat kepadanya dengan jari-jarinya, sehingga Allah mengutus kepada kamu orang untuk ke Yastrib. Lalu mereka (orang Yastrib) menempatkan kami dan membenarkannya, kata Jabir, “Maka keluarlah seseorang dari kami beriman kepadanya, lalu membaca Al Qur'an, kemudian kembali kepada keluarganya, kemudian mereka masuk Islam sehingga tidak ada satu rumahpun dari rumahnya orang-orang Ansor melainkan di dalammnya ada kumpulan dari orang muslim. Merekan menampakkan Islam lalu memerintahkan kepada semuanya. Lalu kami berkata, “Kapankah kita meninggalkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam waktu itu kita diusir dari bukit Mekkah dan khawatir. Lalu berangkatlah dari kami 70 orang sehingga sampailah di tempat-tempat yang ramai. Lalu kami mengadakan perjanjian dengan Nabi di lembah Aqobah kemudian kumpullah semuanya. Kemudian kami berkata, “Ya Rasulullah! Berbai’atkah kami semua kepada engkau?” Nabi menjawab,  “Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk sam’u (mendengar) dan ta’at dalam semangat dan malas, dan infak dalam kesulitan dan kemudahan dan amar ma’ruf nahi munkar dan berkatalah di jalan Allah jangan kamu takut di dalam menegakkan kalimat Allah terhadap celaan orang yang suka mencela. Dan hendaklah kamu menolong dan membelaku ketika aku datang kepadamu sebagaimana kamu membela diri-diri kamu, istri-istri kamu dan anak-anak kamu dan (balasannya) bagimu adalah syurga”. (HR. Ahmad III/322,323,339, Isnadnya shahih).


5.      Bai'at mengangkat Imaamul Muslimin/Khalifah fil 'Ard
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
عَنْ الزُّهْرِىِّ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَ نَّهُ سَمِعَ خُطْبَةَ عُمَرَ اْلاَخِرَةِ حِيْنَ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِوَذَلِكَ الْغَدِّ مِنْ يَوْمِ تُوُفِّيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَأَنَّ أَبَابَكْرٍ فَيَقُوْمُوْا فَبَيِّعُوْهُ – رواه البخارى ٤/٢٤٨
“Dari Az-Zuhri, telah mengabarkan kepada kami Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika ia duduk diatas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, kata Umar, “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan berbai’atlah kepadanya”. (HR. Al-Bukhari IV/248)
6.      Ancaman Tidak Berbai'at dan Menghianati Bai'atnya
وما يضل به إلا الفاسقين
الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل ويفسدون في الأرض أولئك هم الخاسرون
 ...Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasek, (yaitu) orang-orang yang membatalkan perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [QS. Al Baqarah " 26 – 27]
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangan dari taat akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan tidak punya alasan. Dan barangsiapa mati sedang tidak ada ikatan bai’at pada lehernya maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/136)
7.      Tidak boleh ada dua Imaam dalam Satu Masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا
 “Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).”  (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137)
8.      Syarat Syahnya Bai’at
Dalam perjalanan sunnah Rasulullah SAW, manakala seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya bersih dahulu dari perbuatan “syirik”, karena ia akan menghancurkan seluruh amal. Sebagaimana firman Allah :
ولقد أوحي إليك وإلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك ولتكونن من الخاسرين 
Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Az-Zumar : 65).

وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّهُ جَآءَ فِيْ رَكْبِ عَشْرَةٍ اِلَى رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَقَالُوْا مَاشَأْ نُهُ؟ فَقَالَ إِنَّ فِيْ عَضُدِهِ تَمِيْمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيْمَةَ فَبَايَعَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَ قَالَ مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ – رواه أحمد والحاكم واللّظ له ورواية أحمد ثقات
Dari ‘Uqbah bin Amir, Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, sesungguhnya suatu rombongan yang terdiri dari sepuluh orang, datang menghadap Rasulullah Shallallahu’alahi Wassalam, kemudian beliau membai’at yang sembilan orang. Lalu mereka bertanya: “Mengapa ia dibiarkan? “Rasul menjawab : “Sesungguhnya pada anggotanya terdapat jimat”. Maka orang itu lalu memutuskan tali jimatnya. Kemudian Rasulullah menerima bai’atnya, maka beliau bersabda : “Barang siapa memakai jimat maka benar-benar syiriklah ia”. (HR. Ahmad, Hakim, Lafadz bagi Hakim. Sedang riwayat Ahmad tsiqat).

Meyakini “Jimat” adalah salah satu bentuk kemusyrikan, oleh sebab itu apabila seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya ia membuang jauh-jauh dari kepercayaan kepada selain Allah yang tidak dapat memberikan manfaat atau mudarat, baik itu isim, jimat, tangkal-tangkal dsb. Jadi dalam pelaksanaan bai’at keyakinan itu hendaknya ditundukkan hanya pada Allah saja, jangan kepada selain Allah.

9.      Cara Pelaksanaan Bai’at
Dalam Al-Qur’an surat Al Fath ayat 10 diisyaratkan oleh Allah mengenai bai’at, yaitu dengan berjabat tangan, sedangkan bagi kaum wanita cukup dengan ucapan saja tanpa berjabat tangan, sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah dalam riwayat Muslim : “Nabi tidak pernah menyentuh perempuan”. Dan dijelaskan pula di dalam Tarikh : “Bahwa Nabi tidak pernah berjabat tangan dalam membai’at kamu wanita, cukup dengan ucapan saja seperti yang dilakukan sesudah Fathu Makkah”. Juga sebagaimana dijelaskan dalam hadist Umaimah binti Raqiqah yang diriwayatkan oleh Malik dan lainnya. Mengenai pelaksanaan bai’at, dijelaskan dalam hadist di bawah ini :
a.       Bagi Muslimin (Lelaki) dengan berjabat tangan :
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
“Dan barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
Dari hadits di atas kita mafhum, “bahwa orang yang berbai’at itu berjabat tangan yang disertai dengan hati yang ikhlas karena Allah”. Lalu mengucapkan dua kalimat syahadat dan pengakuan mengangkat Imaam seraya mentha’atinya, selama Imam tha’at kepad Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pernah juga pelaksanaan bai’at dilakukan dengan berikrar melalui surat, hal ini seperti yang dialami oleh raja Habasyah karena faktor komunikasi.

b.       Bagi Muslimat (Perempuan) Tidak Berjabat Tangan
عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهَا فَإِذَا أَخَذَ عَلَيْهَا فَأَعْطَتْهُ قَالَ اذْهَبِي فَقَدْ بَايَعْتُكِ
"Dari ‘Urwah bahwasanya ‘Aisyah menceritakan kepadanya tentang bai’atnya kaum wanita, ia berkata: "Tidaklah Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam menyentuh seorang wanita (yang bukan muhrimnya) dengan tangannya sedikitpun, apabila kaum wanita telah mengikrarkan bai’atnya, beliau menerimanya, lalu bersabda: “Pergilah sungguh saya telah menerima bai’atmu.” (HR. Muslim, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/142. Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari IX/99, Abu Dawud, Sunan Abu dawud II/133. Lafadz Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلُ قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
 “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita (yang bukan muhrimnya), maka sesungguhnya ucapanku (dalam menerima bai’at) bagi seratus wanita itu sebagaimana ucapanku bagi seorang wanita.” (HR. An-Nasai dari Umayyah binti Rufaiqah, Sunan An-Nasai dalam Kitabul bai’ah: VII/149, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi IV/149 No: 1597)
c.        Bai’at Anak yang Belum Baligh
Hirmasy bin Ziyad berkata:
مَدَدْتُ يَدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا غُلاَمٌ لِيُبَايِعَنِي فَلَمْ يُبَايِعْنِي
"Saya mengulurkan tangan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam supaya beliau menerima bai'atku, pada waktu itu saya masih kecil, maka beliau tidak menerima bai’atku.” (HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitabul Bai’ah: VII/150)
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيْعِ أَهْلِهِ
"Dari Abdullah bin Hisyam, dia telah berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ibunya yaitu Zainab binti Humaid pergi bersamanya untuk mendatangi Rasulullah Shallal lahu’alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, terimalah bai’atnya.” Maka beliau bersabda: “Dia masih kecil,” seraya mengusap kepalanya dan mendo’akannya, beliau menyembelih kambing satu untuk semua keluarganya.” (Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/98)
 10.        Macam-macam Bai’at
a.       Bai’at untuk Masuk Islam
عَنْ مُجَا شِعِ بْنُ مَسْعُوْدٍ أَ َنَّهُ أَّتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِابْنِ أَخٍ لَهُ يُبَايِعُهُ عَلَى الْهِجْرَةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ، بَلْ يُبَايِعُ عَلَى الاِسْلاَمِ فَإِنَّهُ لاَ هِجْرَةَ بَعْدَالْفَتْحِ وَيَكُوْنُ مِنَ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ – رواه أحمد
“Dari Mujasyi bin Mas’ud, bahwasanya ia dan anak saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak berbai’at untuk hijrah, maka bersabdalah Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah (berbai’at untuk hijrah) akan tetapi berbai’atlah untuk Islam, karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah, dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad III/468-469)
عَنْ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رَقِيْقَةَ أَنَّهَا قَالَتْ، أَتَيْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ نِسْوَةٍ نُبَايِعُهُ عَلَى اْلإِسْلاَمْ فَقُلْنَ يَا رَسُوْلُ اللَّهِ نُبَايِعُكَ عَلَى اَنْ لاَ نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَّلاَ نُسْرِقَ وَلاَ نَزْنِيْ وَلاَ نَقْتُلَ أَوْلاَدَنَا وَلاَ نَأْ تِيْ بِِبُهْتَانٍ نَفْتَرِيْهِ بَيْنَ أَيْدِنَا وَأَرْجُلِنَا وَلاَ نَعْصِيْكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَااسْتَطَعْتُنَّ وَأَطِقْتُنَّ قَالَتْ  فَقُُلْنَ أَللَّهُ  وَرَسُوْلُهُ أَرْحَمُ بِنَامِنْ أَنْفُسِنَا هَلُمَّ نُبََايِعُكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِيْ لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِيْ لِإِمْرَأَةٍ وَّاحِدَةٍ
Dari Umaimah binti Roqiqah ia berkata, saya datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wasallam bersama wanita lainnya untuk berbai’at kepada Islam, mereka berkata “Ya Rasulullah kami berbai’at kepada engkau, tidak akan musyrik kepada Allah sedikit-pun tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kami, tidak akan mendatangkan kedustaan yang kami perbuat antara tangan dan kaki kamu, tidak maksiat kepada engkau dalam hal kebaikan.” Maka bersabdalah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam : Apa yang kalian mampu untuk melaksanakannya?” Lalu mereka berkata lagi: Allah dan Rasul-Nya lebih menyayangi diri-diri kami, Rasulullah.  “Maka bersabdalah Rasulullah  Shalllahu ‘alahi  wasallam, Aku tidak berjabat tangan dengan wanita. Sesungguhnya ucapanku bisa untuk seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita. “(HR. Malik II/982 No. 2, Nasai dalam Sunanul Kubro II/93 No. 2, Ibnu Hibban 14, Ahmad VI/357, Tirmidzi I/ 302, Ibnu Majah 2874 dan Nasa’I dalam Al-Mjtaba II/184. Shohih).
b.       Bai’at Imarah
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
 “Dan barangsipa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
c.        Bai'at untuk Jihad Fie Sabilillah
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا

Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at (berjanji setia) kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) [QS. Al Fath : 18]

Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam  beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin, kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'at (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan pembai'atan kepada Nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy berjihad bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Bai'at untuk berjihad tersebut tersebut telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini. Karena itulah peristiwa tersebut disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِابْنِ اُمَيَّةَ قَالَ جِئْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَبِيْ مَيَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ، فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللَّهِ بَايِعْ أَبِيْ عَلَى الْهِجْرَةِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُبَايِعُهُ عَلَى الْجِهَادِ فَقَدِا نْقَطَعَتِ الْهِجْرَةُ (سنن النسائي-كتاب البيعة)
"Dari Ibnu Umayah, dia berkata : Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dengan bapakku pada hari Fathu Makah, kemudian aku berkata, "Ya Rasulullah, Bai'atlah aku atas hijrah. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Aku  membai'atnya atas jihad, dan sungguh telah terputus hijrah." [HR. An Nasa'i – Kitab Bai'at No. 4090]
d.       Bai’at Duniawi
ثَلاَثَةٌلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًالاَ يُبَايِعُهُ إلاَّ لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ وَإِلاَّ لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا
"Tiga macam orang yang Allah tidak akan berkata kata kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkan (memaafkan), dan bahkan bagi mereka siksa yang pedih.   Mereka itu adalah: 1) Orang yang mempunyai kelebihan air di tengah jalan tetapi menolak permintaan orang yang dalam keadaan bepergian, 2) Orang yang berbai’at pada seorang imam, tetapi tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberi menepati bai’atnya dan jika tidak diberi (ditolak tuntutannya) ia tidak menepatinya, 3) Orang yang menjual barang pada orang lain setelah ‘Ashar dan bersumpah dengan nama Allah, sungguh akan diberikan dengan ketentuan begini dan begini, lalu ia membenarkannya dan hendak mengambilnya, tetapi ia tidak memberikannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/99, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204, At-Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi IV/128 No: 1595. Lafadz Al-Bukhari)
</b>
b>1. Kerja Ikhlas

Firman Allah SWT,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
 “Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?"  (QS. Ash-Shaffaat (37:102).

Ayat  tersebut menunjukkan keikhlasan nabi Ubrahim, betapa ikhlas Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah bahwa ia harus menyembelih anaknya Ismail. Saat itu Ismail adalah anak satu-satunya yang sangat dicintai, yang proses kelahirannya pun butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Nabi Ibrahim as. Bisa dibayangkan betapa kagetnya beliau ketika menerima wahyu dari Allah yang  diluar batas logika manusia, padahal Ismail baru saja menginjak remaja, baru berusia baligh, yang tentu saja saat itu akan sangat diharapkan oleh nabi Ibrahim, nabi Ismail dapat membantu dakwah dan kehidupannya..

Sebuah wahyu yang sangat dahsyat menggoncang jiwa. Tapi, subhanallah, Nabi Ibrahim tidak protes kepada Allah atas wahyu yang diterimanya. Ia yakin Allah takkan menzolimi hamba-hambaNya. Bisa kita bayangkan kalau hal itu terjadi pada diri kita. Jangankan menjadi sebagai pelaku seperti nabi Ibrahim yang harus menyembelih anaknya sendiri, menjadi sebagai penonton saja, misalkan kita hidup semasa dengan nabi Ibrahim dan kita bisa langsung melihat kejadiannya, tidak mustahil kita termasuk orang yang pertama-tama menentang kejadian itu dan menuduh nabi Ibrahim dengan sangkaan yang tidak-tidak, Na’uudzubillahi min dzaalik.

Demikian juga dengan keikhlasan nabi Ismail untuk disembelih, sama seperti halnya nabi Ibrahim. Tidak pernah protes pada Tuhannya maupun pada Ayahnya atas wahyu ini. Tapi justru nabi Ismail menenangkan sang ayah dengan ucapannya :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(QS. Ash-Shaffaat (37:102).

Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Laa ilaah illallah, Allahu Akbar. Betapa tingginya kesabaran dan keikhlasan kedua nabi yang berstatus ayah dan anak ini, yaitu Ibrahim as dan Ismail as. Mari kita belajar ikhlas dari perjalanan mereka berdua, semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang ikhlas, sehingga kita  jadi orang yang dibenci dan dihindari oleh Syaitan tapi disayang dan diridhai oleh Allah SWT, karena Syaithan telah berjanji dihadapan Rabb-nya, dengan berkata :
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)
"Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang IKHLAS di antara mereka". (Q.S. Al-Hijr : (15:39-40)

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

2. Kerja Jelas

Sejak muda, nabi Ibrahim adalah tipe pemuda yang tidak pernah ikut-ikutan tanpa kejelasan maksudnya.  Ayahnya adalah sebagai penjual berhala. Tapi beliau tetap tidak mau mengikutinya, karena bagi beliau menyembah berhala adalah perbuatan yang tidak jelas tanpa makna. nabi Ibrahim pun bertanya kepada ayahnya
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ (95) وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
"Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(QS. Ash-Shaffaat (37:95-96).

Kisah nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita agar selalu menjadi manusia yang hanya melakukan sesuatu dengan ilmu, dengan jelas, tidak ikut-ikutan.  Sebagaimana Firman Allah :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al Isro (17) : 36)

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

3. Kerja Tegas

Setelah jelas, kita harus-lah tegas, yaitu berani mengambil sikap, menentukan sebuah pilihan. Begitupun Nabi Ibrahim, setelah jelas itu adalah merupakan wahyu Allah SWT, maka Nabi Ibrahim-pun mengkonfirmasi pilihan ini kepada nabi Ismail. Ia pun hendak mengetahui sejauhmana tanggapan dan keimanan nabi ismail terhadap wahyu ini. Dan Subahanallah, nabi Ibrahim pun menemukan nabi Ismail sebagai anak yang tegas dalam kesabaran dan kebenaran.

Karena ketegasan itulah kisah mereka diabadikan menjadi sejarah yang luar biasa di dalam Al-Quran, yang mana hikmahnya terus mengalir sepanjang masa. Orang-orang yang tegas dalam memilih kebenaran, seringkali menjadi sejarah gemilang dalam kehidupan. Sedangakan para peragu alias orang yang tidak tegas dalam menegakkan kebenaran , tidak akan pernah membuat sejarah gemilang, kecuali goresan-goresan luka dalam kehidupan dunia, dan tentunya akan semakin bertambah luka dalam kehidupan akhirat.

Sudahkah hari ini kita tegas dalam menyikapi hidup. Yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan mengandung resiko yang tidak bisa dipilih, karena sudah satu paket dengan pilihannya. Marilah kita membuat sejarah dalam hidup kita yang singkat ini. Buatlah sejarah, bukan sekesar kisah. Jadikanlah hidup kita yang singkat ini bermanfaat buat semesta hingga akhir masa, sebagai buah dari ketegasan kita dalam melaksanakan kebenaran.

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

4. Kerja Pantas

Jangan membenarkan hal-hal yang biasa, tapi harus membiasakan hal-hal yang benar. Kebiasaan itu tidak selamanya baik tapi yang baik harus dibiasakan. Itulah hidup yang pantas bagi insan bertaqwa. Pantas atau tidaknya sebuah pekerjaan tidak bisa hanya diukur dari aturan main kebanyakan logika manusia. Mari kita pertanyakan secara logika, pantaskah seorang ayah menyembelih anaknya? Artinya disini seharusnya kita belajar, jangan pernah menuhankan logika kita. Sebab pantas tidaknya suatu pekerjaan sangat tergantung aturan main yang telah ditentukan oleh Allah, bukan manusia.

Jangan sampai kita termasuk manusia-manusia bodoh dengan mengatakan : “Tidak pantas aturan ini diterapkan di Indonesia, tidak berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia….dsb” Wahai saudaraku seiman yang sangat merindukan rahmat-Nya, lalu dimanakah kita meletakkan aturan Allah? jika kita meremehkannya dengan pendekatan logika manusia yang fana. Hal itu telah dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?. QS. Almaidah (5:50).

Mari kita belajar kembali dari kedua nabi yang luar biasa itu. Kepantasan itu adalah kesesuai dengan instruksi Ilahi, bukan kesesuaian dengan logika emosi yang sempit. Dan bukankah akhirnya terbukti, bahwa Allah pun menukar perintahNya dengan mengganti ismail dengan seokar domba besar yang sangat sehat untuk disembelih.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

5. Kerja Prioritas

Berpikirlah prioritas. Utamakan akhirat tapi jangan lupakan dunia. Utamakan Ruhani tapi jangan lupakan jasmani. Utamakan perintah Ilahi tapi jangan lupakan urusan-urusan duniamu. Allah SWT, berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi . (QS. Al-Qashash (28:77).

Kalau Ibrahim lebih mencintai dunia dibandingkan akhirat yang abadi, tentu ia akan memprioritaskan keselamatan anaknya dibandingkan wahyu dari Allah. Tapi Ibrahim yakin, justru ketika ia mengutamakan akhirat maka dunia pun akan ia dapatkan. Sebab yang terjadi, bukannya Ibrahim kehilangan Ismail tetapi justru Ibrahim diberi kabar gembira akan hadirnya seorang anak beliau yang kedua, anak yang sholeh, anak yang pintar yang bernama Ishaq.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112)
‘Dan kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. ".(QS. Ash-Shaffaat (37:112).

Sering kita dengar sebuah paradigma yang sesat yang mengatakan “kejarlah dunia tapi jangan lupakan akhirat” sepintas, kedengarannya seperti sebuah pepatah yang menyelamatkan, karena memang syaithan telah menjadikan manusia memandang baik terhadap kemaksiatan di dunia ini padahal paradigma tersebut adalah sesat dan menyesatkan,  itu termasuk perbuatan dholim, karena telah mengganti hukum Allah, merubah Kitabullah yaitu memprioritaskan apa yang tidak diprioritaskan Allah SWT. Na’udzubillahi min dzalik. Allah SWT berfirman :
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (59)
Lalu orang-orang yang dzalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang dzalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah (2:59).

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

6. Kerja Kualitas

Yang berikutnya adalah kerja KUALITAS. Hari ini kita cenderung ingin mendapatkan yang terbaik, tapi enggan untuk memberikan yang terbaik. Ketika bertemu seseorang, Para pecundang selalu berpikir : “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang itu…” sedangkan para pemenang selalu berpikir “Apa yang bisa saya berikan kepada orang itu…”

Hidup berkualitas adalah hidup yang berorientasi memberi. Maka ketika ia memiliki dana untuk kurban sapi atau kambing terbaik, ia pun berusaha melakukannya. Dia akan berpikir “Saya akan berikan yang terbaik buat fakir miskin”, bahkan ia bisa saja sampai lupa bahwa ia pun sebenarnya punya jatah sepertiga dari sembelihannya. Sedangkan orang biasa lebih suka berpikir “buat apa berkurban tahun ini, tahun kemarin kan sudah, apalagi sepertinya tahun ini sudah cukup banyak yang berkurban, nanti fakir miskinnya malah keenakan…jadi pemalas” atau bisa juga berpikir “buat apa kurban sapi/kambing terbaik, yang kurus juga bisa.. murah lagi…kan yang penting ikhlas…dst…seterusnya...”
Marilah kita belajar dari Ibrahim yang sangat menjaga kualitas hidupnya dan kualitas ketaqwaannya. Lihatlah Allah pun memberikan domba terbaik buat disembelih oleh Ibrahim. Mari kita berikan yang terbaik semampu kita, terkecuali memang tidak ada lagi dana, tentu saja Allah Maha Mengetahui.
Hidup berkualitas bisa disimpulkan dengan dua pertanyaan : 1. Mengapa kita harus meminta, kalau memberi masih ringan bagi kita? 2. Mengapa harus memberi yang biasa saja, kalau kita masih mampu memberikan yang terbaik. Berikan yang terbaik, maka kita akan mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT..

Begitulah pengorbanan Nabi Ibrahim as, ia pun berkurban yang terbaik. Ismail adalah anak yang paling dicintainya. Paling dicintainya dari apapun yang ada di dunia ini, kecuali Allah. Itu sebabnya, Allah mengujii kepada apa yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim. Mari kita belajar, sudahkah kita mengurbankan apa yang paling kita cintai di dunia ini hanya untuk ALLAH SWT?. Mari kita resapi dengan benar akan firman Allah SWT. :
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (24)
Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Q.S. 9 : 24)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. 3:92)”

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

7. Kerja Tuntas

Akhirnya, tuntaskanlah pekerjaan-pekerjaan kita dengan terus bertawakkal pada Allah SWT. Dan tuntaskanlah kehidupan kita dengan akhir yang luar biasa, Husnul Khotimah. Jangan pernah menjadi pribadi yang menyerah akan tegaknya kebenaran. Seorang pemenang tidak pernah menyerah dan orang yang menyerah tidak pernah menang.

Nabi Ibrahim pun tidak menyerah dengan perintah tersebut. Ia tetap menuntaskannya, sampai datang kebenaran Allah lewat perintah lainnya. Tuntasnya kerja nabi Ibrahim itu tergambar dalam firman Allah SWT, :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)
Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Ash-shooffaat (37)

Sebuah pekerjaan yang berakhir dengan sukses luar biasa dimana Allah telah membenarkannya dan memberi balasan kepadanya dengan yang lebih baik. Seekor domba yang besar dan sehat adalah piala kemenangan yang sangat luar biasa bagi nabi Ibrahim. Bagaimana kemenangan tersebut tidak luar biasa?, kalau piala tersebut langsung diserahkan oleh Rajadiraja, Penguasa alam semesta, Allah Yang Maha Kuasa, yang tidak akan pernah terjadi lagi dan tidak akan pernah tertandingi kapan-pun dan dimana-pun dari umat ini.
Wahai kaum muslimin, marilah kita belajar menuntaskan apa-apa yang kita kerjakan. Janganlah kita termasuk pribadi yang hanya pandai memulai, tapi tak pandai menyelesaikan apa-apa yang telah kita mulai. 

Diposkan oleh Voice of Deded Suwarno di 19.52 Tidak ada komentar:
Reaksi:     
BAI’AT ADALAH SYARE’AT ISLAM

1.      Ta’rif/Makna Bai’at menurut Bahasa
a.       Bai'at, berasal dari kata :  بَاعَ - يُبِيْعُ – بَيْعَةً yang berarti "Menjual" (Kamus Mahmud Yunus)
b.       Bai’at, dapat berarti “janji” (Muhithul Muhith:I/64)
c.        Bai'at, dapat berarti Al Mubaadalatul Maal bil Maal, yaitu "bartert harta" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
d.       Bai'at dapat berarti Al Mu'aahadatu, yaitu "Perjanjian" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
e.        Bai'at, dapat berarti "Jual Beli/Transasi Jual Beli", sebagaimana terkandung dalam Firman Allah :
 وأحل الله البيع وحرم الربا
… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. … [QS. Al Baqarah : 275]

يا أيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله وذروا البيع ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [QS. Al Jum’ah : 9]
2.      Makna Bai'at menurut Istilah
Adapun  menurut istilah adalah “Mengikat janji atas sesuatu seraya berjabatan tangan sebagai tanda kesempurnaan perjanjian tersebut dan keikhlasannya. Bai’at pada periode pertama Islam yang ketika itu mereka membai’at Khalifah dengan memegang tangan orang yang mereka serahi kekhilafahan, sebagai tanda penerimaan mereka kepadanya dan sebagai janji untuk mentaatinya dan menerima kepemimpinannya.” (Muhithul Muhith I/64)
Secara syar'iah, bai'at adalah: "Perjanjian (transaksi) jual beli jiwa dan harta seorang mu'minin kepada Allah dengan syurga (jannah) [QS. At Taubah : 11]
3.      Bai'at di Masa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, yang tercantum dalam  Al- Qur'an
a.      Allah membeli orang yang berbai'at dengan Syurga

التائبون العابدون الحامدون السائحون الراكعون الساجدون الآمرون بالمعروف والناهون عن المنكر والحافظون لحدود الله وبشر المؤمنين
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orng mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itulah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan barang siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli (bai'at) yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”(QS. At-Taubah : 111)
b.              Kekuasaan Allah di atas (menaungi) orang yang Berbai'at

           إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث على نفسه ومن أوفى بما عاهد عليه الله فسيؤتيه أجرا عظيما

“Bahwasanya orang-orang yang berbai’at (janji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar bai’atnya niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’atnya kepada Allah maka Allah memberinya pahala yang besar.”  (QS. Al Fath : 10)
c.       Ridlo Allah dan Hidup Sakinah bagi yang Berbai'at
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." ( QS. Al Fath : 18)
4.      Bai'at sebagai Prosesi Ikrar Ketaatan dan Peningkatan Kualitas Muslimin/Muslimat di Hadapan Allah
          يا أيها النبي إذا جاءك المؤمنات يبايعنك على أن لا يشركن بالله شيئا ولا يسرقن ولا يزنين ولا يقتلن أولادهن ولا يأتين ببهتان يفترينه بين أيديهن وأرجلهن ولا يعصينك في معروف فبايعهن واستغفر لهن الله إن الله غفور رحيم 
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan bai’at bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, lalu tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah bai’at mereka dan mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka, Sungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah : 12 )
عَنْ عُبَادَةَبْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ مَعَهُ فِيْ مَجْلِسٍ بَايِعُوْنِيْ عَلَى اَنْ لاَ تُشْرِكُوْابِاللَّهِ شَيْئًا وَلاَ تُسْرِقُوْا وَلاَ تَزْنُوْا وَلاَ تَقْتُلُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَلاَ تَأْ تُوْا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُوْنَهُ بَيْنَ أَيْدِيْكُم وَأَرْجُلِكُمْ فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللَّهُ فَأَمْرُهُ اِلَى اللَّهِ اِنْ شَآءَ عَاقَبَهُ وَ اِنْ شَآءَ عَفَاعَنْهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فِيْ الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ قَالَ فَبَايَعْنَاهُ عَلَى ذَلِكَ – رواه الذارمي  ٢./٢٢ –البخارى ٤/۷٤٢
“Dari ‘Ubadah bin Shamit ia berkata, telah berkata kepada kami Rasulullah SAW dan kami bersamanya di dalam majelis. “Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk tidak musyrik kepada Allah sedikitpun, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak membunuh anak-anakmu, tidak mendatangkan kedustaan yang dibuatnya antara tangan dan kakimu, maka barang siapa memenuhinya di antara kamu pahalanya kepada Allah. Dan barang siapa terkena salah satu dari yang demikian itu, maka Allah menutupnya, maka urusannya kepada Allah berkehendak mengadzabnya, dan jika Allah berkehendak memaafkannya. Dan barangsiapa terkena pada sesuatunya, lalu disiksa di dunia, maka itu kaffarah baginya. “Berkata ‘Ubadah,”Maka kami berbai’at kepadanya atas demikian itu.” (HR. Darimi II/220, Bukhari IV/247).
Ubadah bin Shamit Radliallahu ‘anhu berkata:
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّالاَ نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
“Kami berbai’at kepada Rasulullah Shallal lahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan semangat ataupun lemah (berat), dan untuk tidak menentang perintah kepada ahlinya serta untuk menegakkan (kebenaran) atau berkata dengan benar di manapun kami berada, tidak takut dalam membela agama Allah dari celaan orang-orang yang mencelanya.” (HR. Al Bukhari dari Ubadah bin Shamit, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/96, Muslim, Shahih Muslim: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/202, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/137-138. Lafadz Al-Bukhari)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ، مَكَثَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَةَ عَشَرَ سِنِيْنَ يَتَّبِعُ النَّاسَ فِى مَنَازِلِهِمْ بِعُكَاظٍ وَمُجِنَّةَ وَفِى الْمَوَاسِمِ بِمَنْ يَقُوْلُ مَنْ يَئُوْوِيْنِيْ مَنْ يَنْصُرُنِيْ حَتَّى أَبْلَغَ رِِسَالَةَ رَبِّي وَلَهُ الْجَنَّةُ ؟ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ اَوْ مِنْ مُضَرٍ – كَذَا قَالَ فَيَأْ تِيْهِ قَوْمَهُ فَيَقُوْلُوْنَ إِحْذَرْغُلاَمَ قُرََيْشٍ لاَيُفْتِنَكَ وَيَمْشِيْ بَيْنَ رِحَالِهِمْ وَهُمْ يَشِيْرُوْنَ اِلَيْهِ بِاْلاَصَابِعِ حَتَّى بَعَثَنَااللَّهُ اِلَيْهِ مَنْ يَثْرِبَ فَأََوَيْنَاهُ وَصَدَّقْنَاهُ فَيَخْرُحُ الرَّجُلُ مِنَّا فَيُؤْمِنُ بِِهِ وَيَقْرَأَُهُ الْقُرْآنَ فَيَنْقَلِبُ اِلَى أَهْلِهِ فَيُسْلِمُوْنَ بِاِسْلاَمِهِ حَتَّى لَمْ يَبْقَ دَارٌمَنْ دُوْرِاْلاَنْصَارِ إِلاَّ وَفِيْهَا رَهْطٌ مِنْ الْمُسْلِمِيْنَ يَظْهَرُوْنَ اْلإِسْلاَمَ ثُمَّ ائْتِمَرُوْا جَمِيْعًا فَقُلْنَا حَتَّى مَتَى نَتْرُكُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطْرُدُ فِيْ جِبَالِ مَكَّةَ وَيَخَافُ ؟ فَرَحَلَ اِلَيْهِ مِنَّا سَبْعُوْنَ رَجُلاً حَتَّى قَدَمُوْا عَلَيْهَ فِيْ الْمَوْسِمِ فَوَاعَدْنَاهُ شِعْبَ الْعَقَبَةِ فَاجْتَمَعْنَا عَلَيْهِ مِنْ رَجُلٍ وَرَجُلَيْنِ حَتَّى تَوَافَيْنَا فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَاللَّهِ نُبَايِعُكَ ؟ قًالَ تُبَايِعُوْنِيْ عَلَى السَّمْعِ وَالطَاعَةِ فِيْ النَّشَاطِ وَالْكَسْلِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأَنْ تَقُوْلُوْا فِيْ اللَّهِ لاَتَخَافُوْنَ فِيْ اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ وَعَلَى تَنْصُرُوْنِيْ اِذَا قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ مِمَّا تَمْنَعُوْنَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَزْوَاجَكُمْ وَأَبْنَاأَكُمْ وَلَكُمُ الْجَنَّةُ

“Dari Jabir ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tinggal di kota Mekkah 10  tahun, lalu beliau mengikuti orang-orang ditempatnya, di Ukaz, Mujinah dan di tempat-tempat ramai manusia, beliau bersabda, “Siapa yang akan memberi tempat kepadaku?” Siapa yang akan menolongku sehingga aku dapat menyampaikan risalah Rabb-ku dan baginya jannah? Lalu keluarlah seseorang dari Yaman atau dari Mudhor lalu ia berkata dan mendatangi kaumnya lalu katanya : Hati-hati terhadap anak muda Quraisy itu tidak akan dapat memfitnah kepadamu. Lalu ia berjalan diantara kendaraan mereka dan mereka memberikan isyarat kepadanya dengan jari-jarinya, sehingga Allah mengutus kepada kamu orang untuk ke Yastrib. Lalu mereka (orang Yastrib) menempatkan kami dan membenarkannya, kata Jabir, “Maka keluarlah seseorang dari kami beriman kepadanya, lalu membaca Al Qur'an, kemudian kembali kepada keluarganya, kemudian mereka masuk Islam sehingga tidak ada satu rumahpun dari rumahnya orang-orang Ansor melainkan di dalammnya ada kumpulan dari orang muslim. Merekan menampakkan Islam lalu memerintahkan kepada semuanya. Lalu kami berkata, “Kapankah kita meninggalkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam waktu itu kita diusir dari bukit Mekkah dan khawatir. Lalu berangkatlah dari kami 70 orang sehingga sampailah di tempat-tempat yang ramai. Lalu kami mengadakan perjanjian dengan Nabi di lembah Aqobah kemudian kumpullah semuanya. Kemudian kami berkata, “Ya Rasulullah! Berbai’atkah kami semua kepada engkau?” Nabi menjawab,  “Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk sam’u (mendengar) dan ta’at dalam semangat dan malas, dan infak dalam kesulitan dan kemudahan dan amar ma’ruf nahi munkar dan berkatalah di jalan Allah jangan kamu takut di dalam menegakkan kalimat Allah terhadap celaan orang yang suka mencela. Dan hendaklah kamu menolong dan membelaku ketika aku datang kepadamu sebagaimana kamu membela diri-diri kamu, istri-istri kamu dan anak-anak kamu dan (balasannya) bagimu adalah syurga”. (HR. Ahmad III/322,323,339, Isnadnya shahih).


5.      Bai'at mengangkat Imaamul Muslimin/Khalifah fil 'Ard
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
عَنْ الزُّهْرِىِّ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَ نَّهُ سَمِعَ خُطْبَةَ عُمَرَ اْلاَخِرَةِ حِيْنَ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِوَذَلِكَ الْغَدِّ مِنْ يَوْمِ تُوُفِّيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَأَنَّ أَبَابَكْرٍ فَيَقُوْمُوْا فَبَيِّعُوْهُ – رواه البخارى ٤/٢٤٨
“Dari Az-Zuhri, telah mengabarkan kepada kami Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika ia duduk diatas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, kata Umar, “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan berbai’atlah kepadanya”. (HR. Al-Bukhari IV/248)
6.      Ancaman Tidak Berbai'at dan Menghianati Bai'atnya
وما يضل به إلا الفاسقين
الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل ويفسدون في الأرض أولئك هم الخاسرون
 ...Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasek, (yaitu) orang-orang yang membatalkan perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [QS. Al Baqarah " 26 – 27]
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangan dari taat akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan tidak punya alasan. Dan barangsiapa mati sedang tidak ada ikatan bai’at pada lehernya maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/136)
7.      Tidak boleh ada dua Imaam dalam Satu Masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا
 “Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).”  (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137)
8.      Syarat Syahnya Bai’at
Dalam perjalanan sunnah Rasulullah SAW, manakala seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya bersih dahulu dari perbuatan “syirik”, karena ia akan menghancurkan seluruh amal. Sebagaimana firman Allah :
ولقد أوحي إليك وإلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك ولتكونن من الخاسرين 
Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Az-Zumar : 65).

وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّهُ جَآءَ فِيْ رَكْبِ عَشْرَةٍ اِلَى رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَقَالُوْا مَاشَأْ نُهُ؟ فَقَالَ إِنَّ فِيْ عَضُدِهِ تَمِيْمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيْمَةَ فَبَايَعَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَ قَالَ مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ – رواه أحمد والحاكم واللّظ له ورواية أحمد ثقات
Dari ‘Uqbah bin Amir, Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, sesungguhnya suatu rombongan yang terdiri dari sepuluh orang, datang menghadap Rasulullah Shallallahu’alahi Wassalam, kemudian beliau membai’at yang sembilan orang. Lalu mereka bertanya: “Mengapa ia dibiarkan? “Rasul menjawab : “Sesungguhnya pada anggotanya terdapat jimat”. Maka orang itu lalu memutuskan tali jimatnya. Kemudian Rasulullah menerima bai’atnya, maka beliau bersabda : “Barang siapa memakai jimat maka benar-benar syiriklah ia”. (HR. Ahmad, Hakim, Lafadz bagi Hakim. Sedang riwayat Ahmad tsiqat).

Meyakini “Jimat” adalah salah satu bentuk kemusyrikan, oleh sebab itu apabila seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya ia membuang jauh-jauh dari kepercayaan kepada selain Allah yang tidak dapat memberikan manfaat atau mudarat, baik itu isim, jimat, tangkal-tangkal dsb. Jadi dalam pelaksanaan bai’at keyakinan itu hendaknya ditundukkan hanya pada Allah saja, jangan kepada selain Allah.

9.      Cara Pelaksanaan Bai’at
Dalam Al-Qur’an surat Al Fath ayat 10 diisyaratkan oleh Allah mengenai bai’at, yaitu dengan berjabat tangan, sedangkan bagi kaum wanita cukup dengan ucapan saja tanpa berjabat tangan, sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah dalam riwayat Muslim : “Nabi tidak pernah menyentuh perempuan”. Dan dijelaskan pula di dalam Tarikh : “Bahwa Nabi tidak pernah berjabat tangan dalam membai’at kamu wanita, cukup dengan ucapan saja seperti yang dilakukan sesudah Fathu Makkah”. Juga sebagaimana dijelaskan dalam hadist Umaimah binti Raqiqah yang diriwayatkan oleh Malik dan lainnya. Mengenai pelaksanaan bai’at, dijelaskan dalam hadist di bawah ini :
a.       Bagi Muslimin (Lelaki) dengan berjabat tangan :
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
“Dan barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
Dari hadits di atas kita mafhum, “bahwa orang yang berbai’at itu berjabat tangan yang disertai dengan hati yang ikhlas karena Allah”. Lalu mengucapkan dua kalimat syahadat dan pengakuan mengangkat Imaam seraya mentha’atinya, selama Imam tha’at kepad Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pernah juga pelaksanaan bai’at dilakukan dengan berikrar melalui surat, hal ini seperti yang dialami oleh raja Habasyah karena faktor komunikasi.

b.       Bagi Muslimat (Perempuan) Tidak Berjabat Tangan
عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهَا فَإِذَا أَخَذَ عَلَيْهَا فَأَعْطَتْهُ قَالَ اذْهَبِي فَقَدْ بَايَعْتُكِ
"Dari ‘Urwah bahwasanya ‘Aisyah menceritakan kepadanya tentang bai’atnya kaum wanita, ia berkata: "Tidaklah Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam menyentuh seorang wanita (yang bukan muhrimnya) dengan tangannya sedikitpun, apabila kaum wanita telah mengikrarkan bai’atnya, beliau menerimanya, lalu bersabda: “Pergilah sungguh saya telah menerima bai’atmu.” (HR. Muslim, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/142. Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari IX/99, Abu Dawud, Sunan Abu dawud II/133. Lafadz Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلُ قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
 “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita (yang bukan muhrimnya), maka sesungguhnya ucapanku (dalam menerima bai’at) bagi seratus wanita itu sebagaimana ucapanku bagi seorang wanita.” (HR. An-Nasai dari Umayyah binti Rufaiqah, Sunan An-Nasai dalam Kitabul bai’ah: VII/149, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi IV/149 No: 1597)
c.        Bai’at Anak yang Belum Baligh
Hirmasy bin Ziyad berkata:
مَدَدْتُ يَدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا غُلاَمٌ لِيُبَايِعَنِي فَلَمْ يُبَايِعْنِي
"Saya mengulurkan tangan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam supaya beliau menerima bai'atku, pada waktu itu saya masih kecil, maka beliau tidak menerima bai’atku.” (HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitabul Bai’ah: VII/150)
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيْعِ أَهْلِهِ
"Dari Abdullah bin Hisyam, dia telah berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ibunya yaitu Zainab binti Humaid pergi bersamanya untuk mendatangi Rasulullah Shallal lahu’alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, terimalah bai’atnya.” Maka beliau bersabda: “Dia masih kecil,” seraya mengusap kepalanya dan mendo’akannya, beliau menyembelih kambing satu untuk semua keluarganya.” (Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/98)
 10.        Macam-macam Bai’at
a.       Bai’at untuk Masuk Islam
عَنْ مُجَا شِعِ بْنُ مَسْعُوْدٍ أَ َنَّهُ أَّتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِابْنِ أَخٍ لَهُ يُبَايِعُهُ عَلَى الْهِجْرَةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ، بَلْ يُبَايِعُ عَلَى الاِسْلاَمِ فَإِنَّهُ لاَ هِجْرَةَ بَعْدَالْفَتْحِ وَيَكُوْنُ مِنَ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ – رواه أحمد
“Dari Mujasyi bin Mas’ud, bahwasanya ia dan anak saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak berbai’at untuk hijrah, maka bersabdalah Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah (berbai’at untuk hijrah) akan tetapi berbai’atlah untuk Islam, karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah, dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad III/468-469)
عَنْ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رَقِيْقَةَ أَنَّهَا قَالَتْ، أَتَيْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ نِسْوَةٍ نُبَايِعُهُ عَلَى اْلإِسْلاَمْ فَقُلْنَ يَا رَسُوْلُ اللَّهِ نُبَايِعُكَ عَلَى اَنْ لاَ نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَّلاَ نُسْرِقَ وَلاَ نَزْنِيْ وَلاَ نَقْتُلَ أَوْلاَدَنَا وَلاَ نَأْ تِيْ بِِبُهْتَانٍ نَفْتَرِيْهِ بَيْنَ أَيْدِنَا وَأَرْجُلِنَا وَلاَ نَعْصِيْكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَااسْتَطَعْتُنَّ وَأَطِقْتُنَّ قَالَتْ  فَقُُلْنَ أَللَّهُ  وَرَسُوْلُهُ أَرْحَمُ بِنَامِنْ أَنْفُسِنَا هَلُمَّ نُبََايِعُكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِيْ لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِيْ لِإِمْرَأَةٍ وَّاحِدَةٍ
Dari Umaimah binti Roqiqah ia berkata, saya datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wasallam bersama wanita lainnya untuk berbai’at kepada Islam, mereka berkata “Ya Rasulullah kami berbai’at kepada engkau, tidak akan musyrik kepada Allah sedikit-pun tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kami, tidak akan mendatangkan kedustaan yang kami perbuat antara tangan dan kaki kamu, tidak maksiat kepada engkau dalam hal kebaikan.” Maka bersabdalah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam : Apa yang kalian mampu untuk melaksanakannya?” Lalu mereka berkata lagi: Allah dan Rasul-Nya lebih menyayangi diri-diri kami, Rasulullah.  “Maka bersabdalah Rasulullah  Shalllahu ‘alahi  wasallam, Aku tidak berjabat tangan dengan wanita. Sesungguhnya ucapanku bisa untuk seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita. “(HR. Malik II/982 No. 2, Nasai dalam Sunanul Kubro II/93 No. 2, Ibnu Hibban 14, Ahmad VI/357, Tirmidzi I/ 302, Ibnu Majah 2874 dan Nasa’I dalam Al-Mjtaba II/184. Shohih).
b.       Bai’at Imarah
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
 “Dan barangsipa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
c.        Bai'at untuk Jihad Fie Sabilillah
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا

Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at (berjanji setia) kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) [QS. Al Fath : 18]

Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam  beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin, kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'at (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan pembai'atan kepada Nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy berjihad bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Bai'at untuk berjihad tersebut tersebut telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini. Karena itulah peristiwa tersebut disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِابْنِ اُمَيَّةَ قَالَ جِئْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَبِيْ مَيَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ، فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللَّهِ بَايِعْ أَبِيْ عَلَى الْهِجْرَةِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُبَايِعُهُ عَلَى الْجِهَادِ فَقَدِا نْقَطَعَتِ الْهِجْرَةُ (سنن النسائي-كتاب البيعة)
"Dari Ibnu Umayah, dia berkata : Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dengan bapakku pada hari Fathu Makah, kemudian aku berkata, "Ya Rasulullah, Bai'atlah aku atas hijrah. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Aku  membai'atnya atas jihad, dan sungguh telah terputus hijrah." [HR. An Nasa'i – Kitab Bai'at No. 4090]
d.       Bai’at Duniawi
ثَلاَثَةٌلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًالاَ يُبَايِعُهُ إلاَّ لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ وَإِلاَّ لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا
"Tiga macam orang yang Allah tidak akan berkata kata kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkan (memaafkan), dan bahkan bagi mereka siksa yang pedih.   Mereka itu adalah: 1) Orang yang mempunyai kelebihan air di tengah jalan tetapi menolak permintaan orang yang dalam keadaan bepergian, 2) Orang yang berbai’at pada seorang imam, tetapi tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberi menepati bai’atnya dan jika tidak diberi (ditolak tuntutannya) ia tidak menepatinya, 3) Orang yang menjual barang pada orang lain setelah ‘Ashar dan bersumpah dengan nama Allah, sungguh akan diberikan dengan ketentuan begini dan begini, lalu ia membenarkannya dan hendak mengambilnya, tetapi ia tidak memberikannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/99, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204, At-Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi IV/128 No: 1595. Lafadz Al-Bukhari)
</b>